Just Me....Ervina

1 komentar


DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP PERDAGANGAN INTERNASIONAL

0 komentar
PENGANTAR

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut.
·         Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan
·         Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.
·         Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.

Manfaat perdagangan internasional, Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan IPTEK dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

Memperolehkeuntungandarispesialisasi, Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Sebagai contoh : Amerika Serikat dan Jepang mempunyai kemampuan untuk memproduksi kain. Akan tetapi, Jepang dapat memproduksi dengan lebih efesien dari Amerika Serikat. Dalam keadaan seperti ini, untuk mempertinggi keefisienan penggunaan faktor-faktor produksi, Amerika Serikat perlu mengurangi produksi kainnya dan mengimpor barang tersebut dari Jepang.

Dengan mengadakan spesialisasi dan perdagangan, setiap negara dapat memperoleh keuntungan sebagai berikut :
• Faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efesien.
• Setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat diproduksi dalam negeri.

Memperluas pasar dan menambah keuntungan terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

Transfer teknologi modern, Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih moderen.
Faktor pendorong Perdagangan Internasional Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :

Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
·         Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
·         Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
·         Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
·         Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
·         Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
·         Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
·         Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

PERUSAHAAN MULTINASIONAL

Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka  mengkoordinasi manajemen global.

Perusahaan multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik.

Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas eknomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang memadai. PMN seringkali memanfaatkan subkontraktor untuk memproduksi barang tertentu yang mereka butuhkan. Perusahaan multinasional pertama muncul pada 1602 yaitu Perusahaan Hindia Timur Belanda. Contoh :
·         Apple Computer, Coca-Cola, Dell, Exxon, Fiat, General Electrix
·         General Motors, Honda, IBM, McDonald’s, Microsoft, Nestle
·         Nissan, Nokia, Philips, Shell, Sony, Toshiba, Toyota, dll
.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Tindakan-tindakan ini meliputi :

1. Tarif

Tarif adalah sejenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor. Tarif spesifik (Specific Tariffs) dikenakan sebagai beban tetap atas unit barang yang diimpor. Misalnya $6 untuk setiap barel minyak). Tarifold Valorem (od Valorem Tariffs) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (Misalnya, tariff 25 persen atas mobil yang diimpor). Dalam kedua kasus dampak tarif akan meningkatkan biaya pengiriman barang ke suatu negara.

2. Subsidi Ekspor

Subsidi ekspor adalah pembayaran sejumlah tertentu kepada perusahaan atau perseorangan yang menjual barang ke luar negeri, seperti tariff, subsidi ekspor dapat berbentuk spesifik (nilai tertentu per unit barang) atau Od Valorem (presentase dari nilai yang diekspor). Jika pemerintah memberikan subsidi ekspor, pengirim akan mengekspor, pengirim akan mengekspor barang sampai batas dimana selisih harga domestic dan harga luar negeri sama dengan nilai subsidi. Dampak dari subsidi ekspor adalah meningkatkan harga dinegara pengekspor sedangkan di negara pengimpor harganya turun.

3. Pembatasan Impor

Pembatasan impor (Import Quota) merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diimpor. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan. Misalnya, Amerika Serikat membatasi impor keju. Hanya perusahaan-perusahaan dagang tertentu yang diizinkan mengimpor keju, masing-masing yang diberikan jatah untuk mengimpor sejumlah tertentu setiap tahun, tak boleh melebihi jumlah maksimal yang telah ditetapkan. Besarnya kuota untuk setiap perusahaan didasarkan pada jumlah keju yang diimpor tahun-tahun sebelumnya.


4. Pengekangan Ekspor Sukarela

Bentuk lain dari pembatasan impor adalah pengekangan sukarela (Voluntary Export Restraint), yang juga dikenal dengan kesepakatan pengendalian sukarela (Voluntary Restraint Agreement = ERA).
VER adalah suatu pembatasan (Kuota atas perdagangan yang dikenakan oleh pihak negara pengekspor dan bukan pengimpor. Contoh yang paling dikenal adalah pembatasan atas ekspor mobil ke Amerika Serikat yang dilaksanakan oleh Jepang sejak 1981.

VER pada umumnya dilaksanakan atas permintaan negara pengimpor dan disepakati oleh negara pengekspor untuk mencegah pembatasan-pembatasan perdagangan lainnya. VER mempunyai keuntungan-keuntungan politis dan legal yang membuatnya menjadi perangkat kebijakan perdagangan yang lebih disukai dalam beberapa tahun belakangan. Namun dari sudut pandang ekonomi, pengendalian ekspor sukarela persis sama dengan kuota impor dimana lisensi diberikan kepada pemerintah asing dan karena itu sangat mahal bagi negara pengimpor.
VER selalu lebih mahal bagi negara pengimpor dibandingan dengan tariff yang membatasi impor dengan jumlah yang sama. Bedanya apa yang menjadi pendapatan pemerintah dalam tariff menjadi (rent) yang diperoleh pihak asing dalam VER, sehingga VER nyata-nyata mengakibatkan kerugian.

5. Persyaratan Kandungan Lokal.

Persyaratan kandungan local (local content requirement) merupakan pengaturan yang mensyaratkan bahwa bagian-bagian tertentu dari unit-unit fisik, seperti kuota impor minyak AS ditahun 1960-an. Dalam kasus lain, persyaratan ditetapkan dalam nilai, yang mensyaratkan pangsa minimum tertentu dalam harga barang berawal dari nilali tambah domestic. Ketentuan kandungan local telah digunakan secara luas oleh negara berkembang yang beriktiar mengalihkan basis manufakturanya dari perakitan kepada pengolahan bahan-bahan antara (intermediate goods). Di amerika serikat rancangan undang-undang kandungan local untuk kendaraan bermotor diajukan tahun 1982 tetapi hingga kini berlum diberlakukan.


6. Subsidi Kredit Ekspor.

Subsidi kredit ekspor ini semacam subsidi ekspor, hanya saja wujudnya dalam pinjaman yang di subsidi kepada pembeli. Amerika Serikat seperti juga kebanyakan negara, memilki suatu lembaga pemerintah, export-import bank (bank Ekspor-impor) yang diarahkan untuk paling tidak memberikan pinjaman-pinjaman yang disubsidi untuk membantu ekspor.

7. Pengendalian Pemerintah (National Procurement)

Pembelian-pembelian oleh pemerintah atau perusahaan-perusahaan yang diatur secara ketat dapat diarahkan pada barang-barang yang diproduksi di dalam negeri meskipun barang-barang tersebut lebih mahal daripada yang diimpor. Contoh yang klasik adalah industry telekomunikasi Eropa. Negara-negara mensyaratkan eropa pada dasarnya bebas berdagang satu sama lain. Namun pembeli-pembeli utama dari peralatan telekonumikasi adalah perusahaan-perusahaan telepon dan di Eropa perusahaan-perusahaan ini hingga kini dimiliki pemerintah, pemasok domestic meskipun jika para pemasok tersebut mengenakan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemasok-pemasok lain. Akibatnya adalah hanya sedikit perdagangan peralatan komunikasi di Eropa.

8. Hambatan-Hambatan Birokrasi (Red Tape Barriers)

Terkadang pemerintah ingin membatasi impor tanpa melakukannya secara formal. Untungnya atau sayangnya, begitu mudah untuk membelitkan standar kesehatan, keamanan, dan prosedur pabean sedemikian rupa sehingga merupakan perintang dalam perdagangan. Contoh klasiknya adalah Surat Keputusan Pemerintah Perancis 1982 yang mengharuskan seluruh alat perekam kaset video melalui jawatan pabean yang kecil di Poltiers yang secara efektif membatasi realiasi sampai jumlah yang relative amat sedikit.

Globalisasi ekonomi adalah kehidupan ekonomi global yang bersifat terbuka dan tidak mengenal batas-batas territorial, atau kewilayahan antara daerah yang satu dengan daerah yanglain. Disini dunia dianggap sebagai suatu kesatuan yang semua daerah dapat terjangkau dengan cepat dan mudah. Sisi perdagangan dan investaris menuju kea rah liberalisasi kapitalisme sehingga semua orang bebas untuk berusaha dimana saja dan kapan saja didunia ini.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara diseluruh dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas territorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal barang dan jasa.

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Dampak Positif :

·         Produksi global dapat ditingkatkan
·         Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara.
·         Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri.
·         Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik.
·         Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.

Dampak Negatif :

·         Karena perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang menjadi lebih bebas, sehingga dapat menghambat pertumbuhan sektor industri.
·         Dapat memperburuk neraca pembayaran.
·         Sektor keuangan semakin tidak stabil.
·         Memperburuk proses pertumbuhan ekonomi jangka panjang.


BAHAN BACAAN
·         Frederic S.Person, 1999, “International Political Economy : conflict in global system”
·         May Rudy, Teuku, 2005, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, Bandung .Refika Aditama

PERANAN HUKUM PAJAK DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

0 komentar
PENGANTAR

Sejak harga minyak mentah di pasaran lnternasional merosot sekitar tahun 1982/1983 sampai dengan saat ini, pemerintah mulai mencari alter­ natif sumber penerimaan  yang lain. Hal ini harus dilakukan untuk tetap menjaga dan  menjamin kelangsu­ ngan proses pembangunan nasional. Alternatif yang dipilih adalah dengan menggali sumber  penerimaan dari sektor  nonmigas  yang di dalamnya termasuk sektor pajak.

Hal ini sejalan dengan amanat Garis-Garis Besar Haluan  Negara (GBHN), yang  berbunyi  "Mengem­ bangkan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, efektivit  . untuk menambah penerimaan negara · dan mengurangiketergantungaA dana dari luar negeri"

Pembaharuan sistem perpajakan nasional dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan nasional yang secara keseluruhan lebih mencerminkan keadilan dan  kepastian hukum, menunjang investasi, dan meningkatkan daya saing perekono mian Indonesia, menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan melalui perluasan basis  pengenaan pajak dan penyederhanaan sistem perpajakan. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas  negara berdasarkan undang-undang, (yang dapat dipaksakan)  dengan  tiada  mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah Undang­ Undang Dasar 1945 Pasal23 ayat (2), yang berbunyi "Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang". Ketentuan tersebut mengandung makna  bahwa  pajak harus  berdasarkan undang-undang yang  telah   disetujui oleh  Dewan Perwakilan Rakyat  (DPR) sebagai wakiI rakyat.

Sebagaimana diketahui bahwa. reformasi undang-undang perpajakan yang  dilakukan Tahun  1983  telah merubah dasar  pemungutan pajak yang  semula  bersifat assessment dari pemerintah (Direktorat  Jenderal Pajak) menjadi self assessment.

Ciri dan corak sistem pemungutan pajak yang kita anut yang dikenal dengan self assessment, ciri  itu adalah: bahwa  pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran Serta  langsung  dan bersama-sama melaksanakan kewajiban  perpajakan yang  diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan  nasional; tanggung jawab atas kewajiban  pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminaan kewajiban di  bidang perpajakan berada  pada  anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Pemerintah, dalam halini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan  perundang-undang perpajakan;  wajib pajak diberi kepercayaan  untuk  dapat  melaksanakan kegotong royongan nasional melalui sistem  menghitung, memperhitungkan,  membayar dan  melaporkan sendiri pajak   yang  terutang (self assessment), sehingga melalui sistem  ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah untuk dipahami oleh wajib pajak.

Pajak harus pula ditihat dari sisi lain sebagai alat perekonomian yang dapat menyejahterakan masyarakat. Sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, pajak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lewat kebijakan pembangunan yang berjalan dan itu berarti mampu pula menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha serta menciptakan sarana perekonomian lainnya yang memperlancar roda perekonomian. Oleh sebab itu pajak mem­ punyai fungsi budgeter dan fungsi regular. Semua fungsi itu terkait dengan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya  fenomena tersebut di atas dibutuhkan kesadaran oleh seluruh masyarakat untuk meng­ antisipasi peningkatan-peningkatan tersebut. Dipihak lain pemerintah juga diharapkan mengambil keputusan­ keputusan fiskal yang mendukung hal tersebut di atas dengan tetap mem­ perbaiki azas keadilan, kepastian dan kenyamanan (convinience).

Kepastian hukum dan jaminan keadilan bagi masyarakat merupakan tanggung  jawab negara  yang berdaulat. Dalam  penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta  untuk  menggerakkan roda pemerintahan, kepastian hukum dan jaminan keadilan diwujudkan dengan membuat berbagai undang-undang, peraturan serta kebijakan yang sesuai dengan  aspirasi masyarakat dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang· sedang berkembang. Akibat dari iklim keterbukaan, pemerintah merasa perlu untuk merevisi, menyempurnakan  bahkan  merombak berbagai peraturan yang sifatnya publik yang dirasakan  sudah  tidak  sesuai  lagi dengan  kebutuhan rakyat.  Sejak reformasi perpajakan tahun  1983 sampai sekarang setidaknya peme­ rintah telah  melakukan dua  kali perubahan kebijakan fiskal.

Mulai  reformasi perpajakan tahun 1994 dan 2000 yang mengubah semua undang-undang perpaja­ kan dan begitu banyak Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak,   serta  berpuluh­ puluh bahkan ratusan Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Pajak yang dikeluarkan tiap  minggu.  Dengan begitu banyaknya aturan perpajakan maka  seringkali bahkan biasanya para pengusaha (Investor) yang juga merupakan wajib pajak merasa kebingungan dengan aturan perpajakan yang ada.Hal ini tentunya mengakibatkan keengganan untuk melakukan  perluasan usaha  (invasi) bagi Investor yang sudah ada dan bagi calon investor yang tentunya akan "wait  and see" untuk melakukan investasi sampai adanya kejelasan aturan perpajakan yang ada.

Di samping hal di atas, adanya fasilitas pembebasan pajak (tax holiday) di beberapa kawasan di Indonesia yang sampai saat ini masih belum direalisasikan. Akibat dari penundaan pemberian fasilitas tersebut mengakibatkan para investor dan calon investor enggan masuk untuk menanamkan modalnya.Ketidakpastian hukum menjadi kendala yang menyebabkan para investor enggan menanamkan modalnya dan  lebih memilih menunggu.

Urgensi Pajak dalam Pembangunan

Bangsa Indonesia sekarang ini sedang mengalami banyak problem. Problem tersebut diantaranya adalah masalah  kesenjangan ekonomi  dan sosial, penganguran, rendahnya  penanaman  modal  dalam negeri,  rendahnya  keterampilan tenaga  kerja, rendahnya penghasilan perkapita, rendahnya tingkat  keamanan, ren­ dahnya kepastian hukum, meningkatnya kejahatan, dan berbagai masalah ekonomi dan  sosial  dewasa  ini di Indonesia.  Apa solusi masalah  ini? Salah satu jawabannya adalah Pajak.

Kesenjangan sosial yang sangat tajam terjadi karena minimnya kepa­ tuhan membayar pajak di masyarakat sehingga  fungsi redistribusi  pendapatan yang lebih adil dari pajak tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mereka yang  punya kemampuan ekonomi tinggi akan semakin leluasa mengakumulasikan kemampuannya dalam  bentuk  kekayaan  dan kuasa untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar lagi karena mereka tidak membayar pajak sebagaimana  mestinya. Apabila mereka membayar pajak dengan benar, minimal sekitar 45 % potensi beralih ke negara 35 % Pajak  Penghasilan dan 10%  Pajak Pertambahan Nilai, untuk membiayai kebutuhan  bangsa  di sektor publik. Bagi masyarakat  yang lemah  akan semakin tertinggal karena secara privat tidak dapat mengimbangi potensi golongan ekonomi kuat dan tidak  mendapat pertolongan yang memadai  dari sektor publik,  karena keterbatasan sumberdaya pajak, sehingga semakin lama kesenjangan akan  semakin  tajam. Apabila  wajib pajak membayar pajak dengan benar maka akan terjadi transfer kemampu­ an ekonomis yang sesungguhnya dari mereka  yang berkemampuan tinggi kepada mereka  yang lemah melalui pemerintah baik  langsung melalui berbagai program, ataupun tidak langsung melalui berbagai sarana dan prasarana  ekonomi dan sosial yang dapat  membuka kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan ekonominya. Dengan demikian dapat  disimpulkan bahwa  pajak merupakan sarana untuk mengatasi kesenjangan ekonomi sosial di masyarakat.

Dari segipengangguran masalah ini hanya dapat diatasi dengan penyediaan lapangan  kerja  baru melalui investasi  langsung  maupun  tidak langsung serta peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. Investor dalam dan luar negeri akan tertarik meng­ investasikan dana di Indonesia apabila tersedia fasilitas umum; tenaga kerja terampil, dan terjaminnya keamanan dan  adanya kepastian hukum (legal certainty)   serta good governance.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah berupaya melakukan reformasihukum pajak secara terarah dan terstruktur. Hal ini dapat dilihat dari reformasi hukum pajak penghasilan tahun 1994 yang memiliki tujuan: menuju kemandirian bangsa dafam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak; lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam  pembiayaan  pembangunan sesuai dengan kemampuannya; menunjang kebijaksanaan  pemerintah dalam rangka meningkatkan pertum­ buhan, pemerataan pembangunan, dan  investasi di seluruh  wilayah Republik Indonesia; menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non migas, barang hasil olahan, dan jasa jasa  dalam  rangka meningkatkan perolehan devisa; menunjang usaha pengembangan  usaha kecil untuk mengoptimalkan pengembangan potensinya dalam rangka pengentasan kemiskinan; demi menunjang usaha pengembangan sumber daya rnanusia, ihnu pengetahuan dan teknologi, pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan makin bersih.

Di samping  reformasi hukum pajak  yang  terus  dilakukan  guna mengamankan  penerimaan negara dari sektor pajak, pemerintah selalu berupaya untuk   mensinkronkan perubahan  ekonomi dunia dengan aturan  hukum  pajak  yang  ada  di Indonesia. Selain faktor keamanan (stability) pemerintah       melalui reformasi hukum  pajak  berupaya memberikan daya  tarik  bagi  iklim investasi  baik  penanaman modal dalam negeri maupun luar negeri.

Penyesuaian aturan perpajakan dengan situasi dunia yang selalu dinamis tercermin dalam reformasi Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000 yang antara lain bertujuan untuk: penyederhanaan administrasi perpa­ jakan yang meliputiprosedur restitusi dan diberlakukannya faktur penjualan sebagai faktur pajak (single  invoice system), dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada pengusaha dan penyederhanaan prosedur administrasi perpajakan (dengan mengurangi paper works). Penyederhanaan prosedur ini diharapkan dapat menekan biaya kepatuhan pengusaha kena  pajak,   mengurangi cost  of taxation yang amat mengganggu dunia usaha, dan mengurangi pe­ nyalahgunaan faktur pajak  (fax invoice); dan kemudahan perpajakan hanya diberikan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi, mendorong perkembangan dunia usaha, meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan dan keamanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.

Secara teoritik penerimaan pajak bertumpu pada tiga hal, yaitu; keadaan ekonomi, undang-undang perpajakan dan usaha dari administrasi perpajakan Jika pemerintah bermaksud untuk  meningkatkan penerimaan pajak maka ketiga hal tersebut harus mendapat perhatian. Dengan keadaan ekonomi yang belum pulih, dan Undang-Undang Perpajakan yang belum sepenuhnya diterima dan bahkan di sana-sini masih mendapat tantangan, alternatif yang dapat diandalkan pemerintah adalah dengan meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan

Peranan Hukum Pajak  Terhadap Penerimaan Negara

Tanpa mengingkari fenomena paradigma masyarakat sekarang ini yang masih terpuruk dalam krisis eko­ nomi pemerintah dengan kebijakan fiskal mengisyaratkan untuk dapat memelihara dan mempertahankan disiplin  kebijakan makro  ekonomi sebagai kunci penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi upaya pemulihan. lni adalah faktor penting untuk mendukung pemulihan sektor riil dan dunia usaha (investasi).

Peranan pajak terhadap pendapatan negara sangat dominan pada saat sekarang ini. lni terjadi karena pajak adalah sumber yang pasti dalam memberikan kontribusi dana kepada negara sebagaicerminan dari keikutsertaan masyarakat dalam pembiayaan negara yang diatur oleh perundang-undangan.

Keadaan ini, bukanfah sesuatu yang telah terjadi begitu saja, melain­ kan adanya peranan pajak dafam pembangunan ekonomi. Adanya sumbangan pajak terhadap pemba­ ngunan ini tidak terlepas dari adanya reformasi undang-undang perpajakan yang dimulai tahun 1983. Besarnya sumbangan pajak kepada negara dari tahun ke tahun sejak tahun 1983 (reformasi perpajakan pertama), yang diikuti dengan reformasi undang­ undang perpajakan kedua pada tahun 1994, dan lerakhir dengan dilakukan reformasiundang-undang perpajakan pada tahun 2000. Hal ini dilakukan untuk   menyesuaikan diri  dengan globalisasi dan fiberafisasi perdaga­ ngan dunia dan untuk iklim investasi.

Peranan Hukum Pajak  Terhadap lnvestasi

Dalam rangka  pembangunan nasionaI· disadari akan  pentingnya peningkatan peranan penanaman modal baik penanaman modal dalam negeri  maupun  penanaman modal asing. Dalam  upaya  untuk menjaga agar  perkembangan pembangunan tetap  berjalan  sesuai  dengan  kebijakan pembangunan yang ber.tumpu pada pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara, maka diperlukan kebijaksanaan yang menunjang peningkatan  penanaman modal dan pemerataannya ke seluruh  wilayah Republik Indonesia.
Dalam penghitungan pendapatan  nasional, investasi meliputi: seluruh nilai pembelian para pengusa­ ha atas  barang-barang modal  dan perbelanjaan untuk mendirikan industri-industri; pengeluaran masya rakat untuk mendirikan rumah-rumah tempat tinggal, dan pertambahan dalam nilai stok-stok barang perusa­ haan (berupa bahan mentah, barang yang belum selesai diproses dan barang jadi)

Pemungutan pajak terutama mempunyai fungsi  untuk  mengisi kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan nasional. Namun selaras dengan fungsitersebut, fungsi pajak sebagai sarana untuk menun­ jang kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, menjadi semakin meningkat.

Sehubungan dengan hal itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 31 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan seba­ gaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor  17 Tahun 2000, kepada wajib pajak tertentu yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan penanaman modal di bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan, berupa: penyusutan dan amortisasi yang lebih dipercepat/fasilitas perpajakan berupa penyusutan dan amortisasi yang lebih dipercepat ini dapat diberikan baik secara kumulatif maupun alternatif; kompensasi kerugian yang  diperkenankan mulai tahun pajak berikutnya adalah lebih dan 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; atau  pengurangan pajak penghasilan atas sisa laba setelah dikenakan pajak penghasilan baik dari Penanaman Modal Asing  (PMA) maupun bentuk usaha tetap sebagai­ mana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dan ayat (4) Undang­ Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang­ Undang Nomor 17 Tahun 2000.

Agar pemberian fasilitas perpajakan tersebut sesuai dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan nasional, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor  34 Tahun 1994 diberikan batasan mengenai kreteria bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu. Bidang-bidang usaha tertentu yang dimaksud adalah bidang-bidang usaha disektor-sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skafa nasional khususnya daJam rangka  peningkatan  ekspor termasuk bidang usaha perkebunan tanaman keras dan pertambangan, yang batasannya ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan presiden.

Daerah-daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah terpencil yaitu daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi yang fayak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada  umumnya   kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modalmenang­ gung resiko yang cukup tinggi dan masa  pengembalian yang  relative panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyaikedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral termasuk gas bumi.

Bagi penanam modal di bidang . perkebunan tanaman keras   dan pertambangan di daerah  tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, dapat diberikan kompensasi kerugian  sampai dengan  paling  lama  10 (sepuluh) tahun, sedangkan bagi penanaman modal di bidang usaha perkebunan tanaman keras dan pertambangan di daerah yang tidak termasuk daerah tertentu sebagaimana  dimaksud  di atas,  fasilitas perpajakan berupa kompensasi kerugian diberikan sampai dengan paling lama 8 Tahun.

Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud di atas dapat pula diberikan  di bidang perdagangan, investasi, dan di bidang usaha lainnya dalam rangka  perjanjian dengan negara atau negara-negara lain, yang diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden. Hal ini dimaksud  untuk menampung adanya perjanjian bilateral atau unilateral di bidang perdagangan, investasi, dan di bidang­ bidang usaha lain sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah

Kesimpulan

Peranan  hukum  pajak  dalam pembangunan ekonomi, secara keseluruhan sangat signifikan. Hal ini ter­bukti  dengan terus  meningkatnya penerimaan sektor pajak dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas dari reformasi di bidang hokum pajak  yang terus dilakukan pemerintah. Pemerintah senantiasa berupaya melaksanakan penyesuaian atas  peraturan  perundang-undangan perpajakan agar sejalan dengan perkembangan sosial, politik, ekonomi,  dan budaya sesuaidengan amanat rakyat sebagaimana  tersurat dan  tersirat dalam GBHN Tahun 1999 yang antara lain berbunyi:  Sistem perpajakan  terus disempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan, dan aparat perpajakan harus makin mampu dan bersih.

Hal tersebut tercermin dalam perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah terhadap peraturan perundang-undagan perpajakan yang berlaku,  antara  lain, perubahan ter­ hadap UU Ketentuan Umum dan Tata Cara  Perpajakan, UU Pajak  Peng­ hasiian, UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UU Pajak Bumi dan Bangunan, UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.Dengan serangkaian perubahan yang dilakukan, pemerintah berhasil meningkatkan jumlah  penerimaan pajak dan jumlah wajib pajak setiap tahunnya.

Peranan pajak terhadap investasi, menunjukkan hal yang tidak begitu berarti.  Hal ini  disebabkan karena aturan perundang-undangan perpajakan khususnya  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai kalangan investor domestik maupun asing sangat memberatkan mereka  dalam  mengembangkan usahanya di Indonesia. Dengan  tarif  tunggal  sebesar  10°/o PPN  dikenakan pada  setiap  mata rantai produksi dan distribusi barang maupun  jasa kena pajak,  sehingga impor  barang modal juga  secara terhutang PPN 10°/o. Tentunya hal ini membuat biaya  sebelum produksi menjadi besar.  Di  samping pajak pusat  yang  harus  ditanggung oleh para  investor, pemerintah daerah biasanya juga menerapkan Peraturan Daerah  (Perda)  untuk  pemungutan retribusi atas usaha mereka. Tentunya hal ini juga menimbulkan high economic cost bagi pelaku usaha. Akibat biaya produksi  yang tinggi, menyebabkan produk yang   mereka jual tidak kompetitif lagi (kalah bersaing).

Program  desentralisasi  fiskal, khususnya berkaitan dengan pemberian tanggungjawab yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan (tax assignment) perlu diselaraskan dengan pemberian tanggungjawab yang besar kepada daerah dalam tanggungjawab pengeluaran (expen­ diture assignment). Berbagai alternatif pemberian tambahan tanggungjawab perpajakan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan mengalihkan pajak pusat.  Pemberian basis  pajak  ter­ sebutjuga perlu disertai dengan pem­ berian keleluasaan dalam pengenaan tarif.



Bahan Bacaan

·         E. Utrecht 1961. Pengantar dalam Hukum  Indonesia. Bandung: PT. lchtiar.
·         Mardiasmo. 2000. Perpajakan,  EdisiRevisi. Yogyakarta: Andi Offset.
·         _______. 1994. Tinjuan kritis terhadap sistem perpajakan nasional dan faktor   pendorong timbulnya kejahatan restitusi pajak, Makalah disampaikan dalam seminar Nasional tentang hukum pajak. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Solo.
·         Mochtar Kusumaatmadja. 2002. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan. Bandung: Alumni.
·         Moenaf H. Regar. 1993. Pajak Penghasilan Suatu  Tinjauan Akuntan Public, Edisi Pertama. Jakarta: PT Bumi Aksara.